Minggu, 25 Februari 2007

cerpen_ku

Hanya Diam

Tangannya mengunci pintu rumah. sebuah tas besar menempel di bahu kiri dan tas kecil menempel di bahu kanan. Di bibirnya terselip sebatang rokok yang belum menyala. kakinya melangkah menyusuri jalan kompleks kampus dimana dia tinggal dan kuliah. dia menoleh kebelakang, menatap dalam-dalam bangunan kokoh kampus itu, seperti hendak melepas semua kenangan. kenangan akan kebersamaan dengan teman-teman sesama aktivis, terutama kenangannya akan Dinda. Dinda adalah cinta, jiwa dan nafas baginya. dan Dinda jugalah yang menjadi alasan kepergiannya.

Selimut raksasa hitam masih setia menaungi angkasa. Rintik hujan mulai jatuh bagai jutaan jarum emas yang menghujam bumi. orang-orang mencari tempat untuk berteduh. tapi dia teris berjalan. Diciumnya aroma hujan yang memberi semangat untuk memenuhi panggilan sang kekasih. "ada hal penting yang hendak Dinda bicarakan." Sepotong kalimat dalam percakapan melalui telepon itu, mendorongnya untuk lebih mempercepat langkah.
"sebaiknya kita jangan terlalu sering bertemu." Dinda mulai membuka percakapan.
"saat ini Dinda ingin lebih konsentrasi kuliah."
"dan Dinda juga ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama keluarga"
"kebersamaan kita yang terlalu sering, telah merampas itu semua." Dinda bicara terus tanpa menoleh sedikitpun padanya. dan dia hanya diam.

Dia melambaikan tangan ketika melihat bus bandara melintas. hiruk-pikuk pengunjung bandara menyapa hangat telinganya. para tukang angkut berlari kearah bus yang dia tumpangi. mereka berebut menawarkan jasa pada para penumpang. dia melangkah menuju loket, dibelinya tiket untuk keberangkatan pukul satu siang. dia melirik arloji di tangan kanannya, baru jam sebelas. waktu yang cukup lama untuk menunggu keberangkatan. dihampirinya tempat duduk yang ada di lobby bandara. di sebelahnya duduk sepasang kekasih yang saling berangkulan. seperti hendak berpisah untuk waktu yang cukup lama. ditangan sang gadis, terselip setangkai bunga matahari.

"abang suka bunga apa?" Dinda tiba-tiba bertanya.
"pasti mawar. cowok kan biasanya suka bunga mawar!"
"kalau Dinda sukanya bunga matahari"
"soalnya bunga matahari itu perlambang kesetiaan. komitmen pada tujuan. walau dimalam hari ada cahaya rembulan yang begitu indah, dia tidak pernah berpaling. dia selalu setia menunggu pagi untuk dapat bertemu kekasihnya. matahari."
"Dinda ingin seperti bunga itu."
"setia menunggu datangnya seseorang. seseorang yang kepadanyalah cinta dan hidup akan Dinda serahkan." Dinda menjelaskan. dan Dia hanya diam.

Suara operator bandara yang terdengar melalui pengeras suara, mengagetkannya. waktunya chek in, Dia berjalan melewati petugas, diletakkanya barang bawaan di atas alat detektor x-ray. setelah semuanya selesai, dia berjalan menuju lantai dua, tempat dimana ruang tunggu penumpang berada. sebentar lagi berangkat.

"Dinda sudah bicarakan dengan keluarga tentang hubungan kita."
"mereka tidak setuju dan tidak akan pernah setuju."
"soal alasannya, biarlah menjadi rahasia Dinda."
"yang jelas Dinda tidak punya kuasa atas diri dan masa depan Dinda, semuanya ada di tangan keluarga. dan Dinda hanya bisa patuh."
"Dinda harap abang bisa mengerti." suara Dinda terdengar berat. Dia menatap dalam-dalam pada Dinda, ada kesedihan dalam garis-garis wajah kekasihnya itu. dan dia hanya diam.

Dia berdiri dari tempat duduknya. ditariknya nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat-kuat. seperti hendak mengusir jauh kenangan dan rindu yang memadat.

"lupakanlah Dinda."
"Dinda tidak mungkin lagi mempertahankan hubungan ini."
"masalahnya tidak lagi sebatas cita-cita dan keluarga Dinda. tapi, ini masalah perasaan."
"Dinda tidak punya perasaan apa-apa lagi, Dinda tidak mencintai abang lagi." Dinda menelan ludah, suaranya serak. matanya berkaca-kaca. dan Dia hanya diam.

Dia melangkah menuju pintu pesawat. Dia akan pergi. tapi tidak pernah benar-benar pergi. sebagian dari dirinya akan tetap tinggal. menemani sejarah. sejarahnya dengan Dinda.




1 komentar:

Santi mengatakan...

wah ini cerpennya asik nih tata bahasanya, kebetulan gw juga penulis, gw juga nulis novel nih... tungguin ya, mungkin bentar lagi launching :D judulnya:
aku, Adrian melawan angin.

wah bahasa lu keren banget, tinggal lu bikin cerpen panjangin aja alias novel, trus kirim deh ke publisher ternama, walaupun penuh tolakan tapi maju terus.

remember, we are what we think we are

jadi kalo memang km memandang diri kamu sebagai seorang penulis yang akan ternama, ya itulah kamu di masa depan, so dont give up ya!!

perjalanan masih panjang!!